Mendukung Tiga Tungku Piet Tallo

Jumat, 16 November 2007

Oleh: Tony Kleden*
PADA
tahun 1984 harian Washington Post menampilkan tiga seri tulisan dengan judul "Afrika: benua yang lapar". Dalam seri kedua dikupas pengalaman negara Tanzania yang menerima bantuan asing melebihi negara-negara Afrika lainnya sejak tahun 1970. Jumlahnya lebih dari 2 miliar dolar AS. Mulai dengan 51 juta dolar tahun 1970 sampai dengan 625 juta dolar pada dekade berikutnya yang merupakan dua pertiga dari seluruh budget pembangunan di Tanzania.Karena 90 persen penduduk Tanzania adalah petani, maka terbanyak dari bantuan ini dibelanjakan pelbagai kebutuhan pertanian modern yang kemudian tak bisa dipakai kala rusak. Dalam periode itu (1970 - 1980) produksi makanan per kapita menurun 12 persen. Celakanya, sejak tahun 1970 - 1979 penduduk Tanzania mulai sangat tergantung pada pembagian makanan agar bisa hidup. Washington Post mengutip seorang pembantu dekat Presiden Yulius Nyerere, yang berucap, "Itu adalah kesalahan kita, seperti juga para donatur itu, sebab bagaimana pun kita setuju dengan proyek- proyek mereka."Dari sekian banyak analisis tentang kegagalan, Stephen Gurman dari Badan Bantuan Luar Negeri Universitas Kanada, menunjukkan satu sebab yakni kurangnya penghargaan dari para pembuat dan manejer program terhadap konteks hidup petani di desa-desa. Sangat sedikit donatur yang sungguh mengenal apa yang petani itu harapkan dan butuhkan.Kegagalan berbagai proyek pengembangan masyarakat desa bukanlah suatu cerita baru, juga di NTT. Banyak proyek bantuan desa, semisal IDT, telah menjadi cerita sedih dalam lakon pembangunan. Dari kegagalan itu pelajaran yang sama selalu kita petik ialah bahwa program pengembangan masyarakat, apa pun bentuknya, hanya bisa berhasil kalau masyarakat diikutsertakan dalam setiap tahap. Perencana harus memahami kebutuhan dan prioritas dari mereka yang mau dibantu. Masyarakat setempat perlu didengarkan dan diikutsertakan.Dalam koridor pemahaman seperti ini, kita menyambut gembira program "Tiga Tungku" Gubernur NTT, Piet Alexander Tallo, S.H. Dalam penjelasannya kepada para wartawan, terlihat bahwa program ini jauh dari kesan teoritis formal. "Kita mulai dengan apa yang ada dan apa yang dimiliki masyarakat," tandasnya menjelaskan filosofi program Tiga Tungku.
Kilas balik sejarah
Dengan pengecualian pada gubernur pertama WJ Lalamentik yang lebih menekankan administrasi pemerintah, tiga gubernur setelah Lalamentik masing-masing El Tari, Ben Mboi dan Hendrik Fernandez memfokuskan prioritas pembangunan pada sektor ekonomi. Semasa El Tari, program pembangunan dirumuskan dalam lima tujuan, tiga tekad dan tiga keyakinan.Lima tujuan itu adalah pertama, membawa rakyat pada pola pikir berencana; kedua, membawa NTT sejajar dengan propinsi lain; ketiga, membangun ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan keadaan dan keinginan rakyat untuk meningkatkan taraf hidup agraris minus menjadi agraris plus, dari agraris plus menjadi agraris industri; keempat, memberi kesempatan kepada siapa saja untuk menanam modalnya di NTT dengan kewajiban membangun NTT; dan kelima, memberi masukan lewat simposium, pertemuan ilmiah dan pengalaman- pengalaman sebagai bahan untuk penyusunan rencana pembangunan selanjutnya.Ketiga tekad adalah pertama, tekad untuk bekerja keras; kedua tekad untuk membangun dalam semangat kekeluargaan; dan ketiga, tekad untuk memanfaatkan lembaga-lembaga ilmiah dan kaum intelektual untuk pengembangan, penelitian dan penyusunan program. Sedangkan tiga keyakinan adalah pertama, keyakinan tentang perlunya kerja sama; kedua, keyakinan tentang perlunya pola pikir yang berencana dan ketiga, keyakinan untuk melepaskan diri dari isolasi fisik.Selama hidupnya El Tari menunjukkan suatu usaha yang sangat serius membangun NTT. Tahun 1968 dia menggagaskan "Tekad Swasembada Pangan 1972". Tekad ini terus diusahakannya. Sampai akhir hayatnya El Tari terus menerus mengajak rakyatnya untuk menanam: tanam sekali lagi tanam. Usaha El Tari diteruskan oleh Ben Mboi. Ben Mboi terkenal dengan ketiga programnya: Operasi Nusa Hijau (ONH), Operasi Nusa Makmur (ONM) dan Operasi Nusa Sehat (ONS). Dengan hanya sekali berpikir, langsung dapat dipahami program Ben Mboi. Tanah dan manusia adalah aset penting mendulang keberhasilan di NTT. Sebagai daerah agraris, tanah mempunyai arti sentral. Karena itu penghijauan mutlak perlu. Penghijauan menyehatkan lingkungan, penghijauan menyuburkan tanah yang dibutuhkan untuk pertanian dan penghijauan menghasilkan pakan ternak.Sepak terjang Ben Mboi dilanjutkan Hendrik Fernandez. Bila kata kunci semasa El Tari adalah menanam, kata kunci semasa Ben Mboi adalah operasi, maka kata kunci pada era Fernandez adalah gerakan. Fernandez dikenal luas dengan Gempar (Gerakan meningkatkan pendapatan asli rakyat) dan Gerbades (Gerakan membangun desa). Sampai detik ini, rakyat di desa-desa di pelosok Flobamora kental dengan Gempar dan Gerbades. Dengan kedua gerakannya, Fernandez coba mengaktifkan masyarakat luas sebagai pelaku dan kelompok sasaran untuk meningkatkan peran serta mereka dalam proses pembangunan.Strategi pembangunan sedikit berubah ketika Herman Musakabe menakhodai kendaraan NTT. Jenderal ini memperkenalkan Tujuh Program Strategis. Butir-butir pemikiran Musakabe pada tataran ideal memang sangat brilian. Tetapi seperti seringkali terjadi, apa yang baik pada tataran ideal menjadi mentah ketika coba dibawa ke tataran praksis. Tanpa berpretensi menganggap sepele, Tujuh Progam Strategis kurang membumi dengan keadaan NTT. Tetapi di bawah Herman Musakabe, sejumlah sarana dan prasarana penting dibangun. Sebut misalnya, Aula El Tari, GOR Flobamora, Arene Promosi Kerajinan Fatululi. Ketika Piet Tallo memegang kendali NTT, ada sejumput harapan yang datang menjanjikan. Pendidikan, ekonomi dan kesehatan, memang merupakan tiga tungku di atasnya segala usaha, setiap upaya, semua tekad segala niat dan semangat membangun NTT diolah. Dalam hampir semua adat kebiasaan, tungku memiliki dimensi kuasi sakral dan karena itu tabuh untuk diremehkan. Di Flores Timur misalnya, dalam urusan pinang meminang, tiga tungku klien harus betul-betul diperhatikan. Orang tidak seenaknya meminang. Ada jalan yang harus dihindari. Program Rakyat
Pengalaman sepuluh tahun memimpin Timor Tengah Selatan, tak dapat tidak merupakan kredit point tersendiri buat Piet Tallo. Satu-satunya gubernur berambut perak ini tak diragukan kemampuannya mengemudikan kendaraan NTT ini. Tetapi yang paling urgen untuk diperhatikan adalah beban berat di tangan Tallo. Dia menjadi gubernur dalam dua kesulitan sekaligus.Pertama, saat badai krisis politik dan krisis ekonomi secara beruntun mendera bangsa ini. Kepiawaian Piet Tallo memainkan perannya diuji di sini. Sudah barang tentu mengemban tugas ini merupakan beban yang sangat berat. Jangan kaget misalnya kalau Ben Mboi secara berkelakar saat resepsi syukuran atas pelantikan Piet Tallo 15 Juli lalu mengatakan, Piet Tallo adalah gubernur yang paling sial. Kecuali itu Piet Tallo juga merupakan gubernur pertama di era reformasi. Pesan utama reformasi adalah orientasi ke masa depan sebagaimana yang diimpikan selama ini. Reformasi membuka kembali kesadaran masyarakat bahwa yang sebenarnya punya kuasa di suatu negara demokrasi adalah rakyat. Pemimpin tak lebih dari mandataris yang mendapat mandat dari rakyat.Kedua, Tallo menjadi gubernur ketika dunia memasuki milenium ketiga. Barangkali timbul pertanyaan, apa gerangan yang mesti dikhawatirkan dengan milenium ketiga? Secara sangat sederhana boleh dikatakan, kekhawatiran ini masuk akal ketika kita sadar bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan akan sangat mempengaruhi kehidupan manusia pada milenium mendatang.Bias kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan itu sendiri sudah mulai terlihat saat ini. Teknologi melahirkan alienasi dari perkembangan manusia yang meliputi bidang sosial, ekonomi, politik, psikologi, budaya bahkan alienasi terhadap alam. Secara politis teknologi menyebabkan sebagian masyarakat terasing dari proses-proses pengambilan keputusan. Perjuangan Jagat (Jaringan Masyarakat Adat) NTT mengadvokasi hak masyarakat Pantai Kelapa, Bolok di Kupang adalah contoh soal yang tepat.Secara psikologis teknologi menyebabkan orang tak mampu berbuat sesuatu secara bebas, karena kebebasannya sudah dikendalikan oleh sebuah sistem impersonal yakni sistem teknologis. Harmoni, relasi estetis dan mistik dengan alam pun dirusakkan. Alam dilihat sebagai obyek yang harus ditaklukkan demi memenuhi kebutuhan manusia.Secara budaya orang akan mengalami split personality. Di satu sisi mental hidup orang masih dalam dunia tradisional, tetapi di sisi lain akibat kemajuan teknologi orang dipaksa untuk hidup di "zaman yang lain". Contoh kasus yang bagus adalah tawaran berbagai jenis permainan anak-anak yang serba otomatis. Padahal state of mind anak-anak kita masih pada permainan gasing dan bukan robot.Kata kunci teknologi adalah modernisasi. Para sosiolog umumnya sepakat bahwa akibat modernisasi ialah munculnya gejala anomi dan pluralisasi nilai. Marx melihatnya sebagai munculnya kapitalisme dan berkembangnya struktur yang eksploitif. Bagi Weber modernisasi adalah meluasnya rasionalisasi melalui cara produksi kapitalis, birokrasi, ilmu pengetahuan dan teknologi. George Simmel melihat bahwa dalam modernisasi nilai-nilai budaya, norma dan makna dari pranata sosial menjadi umum dan abstrak. Uang merupakan salah satu contoh dari abstraksi tersebut. Abstraksi budaya akan meningkat manakala individu harus menciptakan peran yang berbeda-beda. Karl Mannheim merumuskan modernisasi sebagai proses di mana rasionalitas substansial diganti dengan rasionalitas fungsional. Bagi Peter L Berger, modernisasi adalah pluralisasi nilai, norma, makna dan simbol yang menjurus kepada segmentasi budaya dan kemajemukan pandangan hidup. Implikasi-implikasi sebagaimana dikemukakan di atas seakan menggenapkan warning yang telah diingatkan si futuris Alvin Toffler ketika dia menggagaskan gegar masa depan. Artinya di tengah kemajuan teknologi manusia akan dihadapkan dengan suatu stres dan disorientasi ketika diperhadapkan pada terlalu banyak perubahan dalam kurun waktu yang terlalu pendek. Orang jadi bingung sendiri di tengah buah kecerdasannya. Edgar Pisani, seorang pemikir dari Perancis, menggambarkan keadaan bingung manusia itu sebagai "a crisis of intelligibility".Kesulitan ganda di atas tidak lalu menafikan tekad Tallo dan juga kita bersama-sama berupaya memasuki pintu gerbang milenium mendatang. Tiga Tungku dengan filosofi "mulai dengan apa yang ada dan apa yang dimiliki masyarakat" bila dibaca lebih jauh dan dicermati secara mendalam, pada hakikatnya memberikan suatu basis yang kuat bagi masyarakat NTT untuk berlaga di arena kemajuan. Program Tallo boleh dibilang cukup adekuat dengan latar belakang, keadaan topografi, pertimbangan iklim dan cuaca lokal, kultur budaya lokal NTT. Tallo seakan membangkitkan lagi kesadaran warga NTT bahwa merekalah yang merupakan subyek yang bertugas mengubah wajah bumi NTT.Dalam visi reformasi, dengan bertekad mewujudkan reformasi dan reformulasi melalui reorientasi, restrukturisasi, refungsionalisasi dan revitalisasi terhadap berbagai instrumen pembangunan, strategi pembangunan lima tahun ke depan menemukan beberapa ciri khas sederhana. Pertama, pembangunan tentang penduduk dalam pengertian pemberdayaan penduduk termasuk aparatur pemerintah yang diupayakan peningkatan investasi dalam pembangunan bidang kesehatan, bidang pendidikan dan pelayaan sosial dasar lainnya serta bidang ekonomi. Kedua, pembangunan untuk penduduk dalam pengertian pemberdayaan masyarakat termasuk pemberdayaan ekonomi rakyat misalnya melalui peningkatan program penciptaan kesempatan kerja. Dan ketiga, pembangunan oleh penduduk dalam pengertian pemberdayaan masyarakat yang dapat meningkatkan harkat dan martabat melalui peningkatan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan di berbagai bidang pembangunan.Ciri khas strategi pembangunan ini memang sangat sederhana. Tetapi sesungguhnya Tallo menegaskan kembali bahwa strategi pembangunan yang paling baik adalah "rakyat sentris", bukan "produksi sentris". Bila tidak demikian, maka implikasinya sangat berat, yakni bahwa pembangunan pada gilirannya tak lebih sebagai altar kurban manusia. Dan rakyat akan menjadi seperti anak ayam yang kehilangan induknya.Rakyat, penduduk dengan kelebihan dan kekurangannya adalah pelaku sekaligus aset pembangunan. Apa yang ada, apa yang dimiliki, kendati itu tak banyak artinya, adalah warisan, modal awal untuk memulai. Tinggal bagaimana program ini diejawantahkan, diimplementasikan dan diterjemahkan ke dalam praksis nyata. Inilah tugas tiga juta penduduk NTT, tidak hanya Tallo seorang diri. Mari kita memberikan dukungan kepada Tallo.
Pos Kupang, 24 Agustus 1998

0 komentar:

Posting Komentar