Mutasi, Bukan untuk Balas Jasa

Senin, 13 Oktober 2008

PEKAN lalu diberitakan di media ini dan beberapa media lokal lain di NTT tentang rencana mutasi para pejabat. Dalam konstelasi birokrasi, setelah ajang perebutan kursi kekuasaan, hal ihwal mengenai mutasi pejabat menjadi wacana dominan. Di mana-mana orang membicarakan mutasi. Siapa menjabat apa, siapa yang dipakai, siapa yang tergusur.
Bagaimana pun juga mutasi adalah hal yang lumrah dan biasa-biasa saja. Tidak ada istimewanya. Yang bikin mutasi jadi istimewa adalah para pejabat pemerintah. Ada dua kelompok kepentingan yang biasanya bertarung. Pertama adalah kepentingan pejabat yang tergusur. Kedua, kepentingan pejabat yang ingin naik, ingin dipromosi, ingin dipakai.
Semestinya pertarungan kepentingan ini tidak perlu terjadi. Mengapa? Karena urusan kekuasaan adalah urusan politik, sementara urusan jabatan adalah urusan karier yang lebih mengandalkan kinerja.
Kekuasaan dan jabatan birokrasi adalah dua hal yang berbeda. Di Indonesia, kekuasaan dan jabatan menjadi begitu rapat bersaudara. Rapatnya dua hal ini dapat dimengerti karena hampir setiap keputusan selalu melalui mekanisme politik dan karena itu sering bersifat, bernuansa dan sarat politis.
Itu sebabnya, para pejabat pemerintah sering ikut bermain dalam ajang politik praktis dengan mendukung seorang calon kepala daerah. Harapannya jelas, semoga calon dukungannya menang pemilihan, jabatannya tetapi langgeng atau sekurang-kurangnya dipromosi.
Padahal, undang-undang telah melarang keras para pegawai pemerintah dan para pejabat birokrasi terlibat politik praktis. Para PNS dilarang mendukung seorang calon dalam pentas politik perebutan kekuasaan. Karena itu juga harus diterima sebagai sesuatu yang masuk akal juga kalau pejabat yang tidak mendukung calon yang memenangkan pertarungan akan tergusur, tidak dipakai, bahkan dinon-jobkan.
Saat ini di lingkup Pemprop NTT, banyak pejabat mulai dari eselon II hingga III tidak tenang. Tidur tidak nyenyak, makan tidak enak. Gelisah, resah memikirkan posisi masing-masing. Banyak yang mulai mengkalkulasi, menghitung jasa-jasanya. Banyak yang mulai bergerilya, cari muka, merapat ke sentral kekuasaan.
Sementara pejabat yang jagonya kalah mulai mengkampanyekan isu ini dan itu. Macam-macam isinya. Keluarga, suku, agama, kedekatan adalah tema isu yang selalu dimainkan.
Sejatinya birokrasi terpisah secara tegas dari politik. Pejabat pemerintah, para pegawai pemerintah mestinya tidak bergantung pada siapa yang menjadi kepala pemerintahan, siapa yang sedang berkuasa. Semua pejabat telah mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing (Tupoksi).
Para pejabat, para PNS ibarat mur kecil dalam keseluruhan kendaraan birokrasi. Pengemudinya adalah pejabat yang memenangkan pertarungan politik. Mestinya, dalam konstelasi pemerintahan yang sehat, kepala pemerintah dan para pejabat birokrasi bersinsergi membangun satu kekuatan. Sinergi yang baik hanya mensyaratkan relasi yang harmonis, kerja sama yang kompak dan dukungan yang solid.
Karena itu terkait dengan mutasi di lingkup Pemprop NTT, kita harapkan agar duet Frans-Esthon menomorsatukan kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan seluruh rakyat NTT, bukan kepentingan satu dua pejabat yang mengaku-ngaku telah berjasa menghantar Frans-Esthon ke kursi kekuasaan.
Kita yakin Frans-Esthon dengan mottonya Anggur Merah (anggaran untuk rakyat menuju sejahtera) tetap menomorsatukan kepentingan yang jauh lebih besar. Wujudnya adalah memilih para pejabat pemerintahan yang menggerakkan roda organisasi melalui suatu mekanisme terukur semisal fit and proper test. Tegasnya, mutasi bukan ajang dan momentum balas jasa. Pejabat yang dipilih juga diberi target yang jelas. Jika gagal memenuhi target, jangan sungkan-sungkan memberhentikannya.
Kepada para pejabat juga perlu kita ingatkan jangan sekali-kali terlibat dalam urusan politik praktis dengan mendukung ini dan itu. Sebab, calon yang terpilih adalah juga manusia dengan kelemahan dagingnya. Dia bisa menggusur siapa saja yang tidak sehaluan dengannya, menjadi musuhnya dalam pentas pertarungan pilkada. Sikap yang paling bijak adalah tetap bekerja memperlihatkan kinerja, etos dan spririt yang membanggakan. *


Pos Kupang, Selasa 13 Oktober 2008

0 komentar:

Posting Komentar