Bank NTT dan Sense of Possession

Selasa, 03 Februari 2009

MENURUT Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efisien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.
Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat.
Jelas, peran bank amat vital, baik untuk masyarakat maupun untuk menggerakkan roda ekonomi. Karena itulah di hampir semua daerah di republik ini berdiri bank-bank, baik bank swasta, bank negara/pemerintah juga bank yang sifatnya lokal.
Di NTT berdiri Bank NTT. Dulu, bank ini bernama Bank Pembangunan Daerah (BPD). Cabangnya ada di semua kabupaten. Namanya sangat tenar. Diakui atau tidak, banyak orang kecil, pegawai negeri golongan rendah, para guru sangat terbantu dengan BPD. SK pengangkatan sebagai PNS para pegawai lebih banyak disimpan sebagai penggadai di BPD.
Beberapa tahun lalu, Bank Pembangunan Daerah (BPD) berubah nama menjadi Bank NTT. Menggunakan nama NTT untuk bank ini mestinya bisa membangkitkan sense of possession (rasa memiliki) dari seluruh warga masyarakat NTT. NTT pada nama bank ini diharapkan bisa menumbuhkan kecintaan dan sentimen kedaerahan masyarakat NTT untuk percaya pada bank ini.
Dari awal didirikan, Bank NTT terutama dimaksudkan untuk menyimpan dana-dana pemerintah yang datang dari pemerintah pusat. Para bupati se-NTT semacam ada kewajiban untuk menyimpan dana-dana dari pusat, baik DAU maupun DAK, di bank ini.
Tetapi kalau kita jujur dan fair melihat, menilai dan membandingkan dengan bank-bank lain, terlihat bahwa rakyat kita sangat percaya pada bank-bank lain. Di NTT, bank seperti BRI, BNI, Danamon, BPR adalah bank-bank yang sangat merakyat. Namanya memang tidak membangkitkan sentimen kedaerahan, tetapi kantor-kantor bank ini sesak dipenuhi nasabah saban hari.
Apakah mereka lebih percaya pada bank lain ketimbang Bank NTT? Kita tidak berharap seperti itu. Tetapi ketika kita sadar bahwa urusan bank adalah urusan layanan jasa, maka kita tidak bisa memungkiri pilihan rakyat pada bank lain ketimbang Bank NTT.
Sebagai suatu unit layanan jasa, bank-bank memang mesti bersaing dan berkompetisi secara sehat dalam hal pelayanan. Bank mana yang menyediakan pelayanan yang baik, dia yang akan dipilih. Sebaliknya, bank yang karyawannya menyambut nasabah dengan kata-kata kasar, dengan bibir yang tidak pernah senyum, dia akan ditinggalkan.
Kita sedih dengan apa yang terjadi di Bank NTT belakangan ini. Pembangunan enam unit kantor di daerah-daerah ditengarai bermasalah karena tanpa tender terbuka. Beberapa pegawai juga diduga dipensiun-dinikan. Saham Seri B juga dijual diam-diam kepada tiga orang.
Rasanya kita sepakat bahwa kemelut di Bank NTT harus segera diatasi. Para pemegang saham, yakni para bupati dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) nanti harus lebih serius lagi membicarakan masalah Bank NTT. Kepentingan seluruh rakyat NTT, kepentingan Bank NTT sebagai bank milik rakyat mesti ditempatkan di atas kepentingan satu dua orang, baik para dirut, para direktur, komisaris, juga para pegawai bank ini.
Kalau ada praktek-praktek tidak sehat dalam tubuh bank ini, maka RUPS harus bisa mencari jalan keluarnya. Kalau dirut, direktur, komisaris dan pegawai bank ini tidak bisa diharapkan lagi bekerja meningkatkan mutu bank ini, RUPS menjadi forumnya membicarakan nasib mereka ini, apakah masih layak dipertahankan, atau memang seharusnya diganti?
Tidak ada maksud di sini mendiskreditkan siapa pun dalam persoalan ini. Semangat yang ingin dikedepankan di sini cuma satu: rakyat NTT harus tetap memiliki sense of possession atas Bank NTT. *
Pos Kupang, 4 Februari 2009

1 komentar:

  1. Unknown mengatakan...

    sebagai orang NTT saya rasa berita yang ada sudah tidak proporsional dan sangat tendensius,
    sebagai contoh Bank NTT selama 10 tahun berturut - turut meraih predikat sangat bagus dari Info Bank..apakah Bapak tahu hal ini? apakah pernah di beritakan di media lokal? apalagi Bank NTT merupakan penyumbang pajak terbesar di NTT dan penyumbang PAD..Bahkan Bank NTT merupakan Bank acuan bagi BPD lain dimana mereka melakukan studi banding di Bank NTT. Hal - hal seperti ini kenapa bisa luput dari pantauan media lokal? apa tidak sebaliknya biasanya yang luput dari media nasional terliput dalam media lokal. Salam hangat.

    18 Juni 2009 pukul 20.15  

Posting Komentar