HARI ini Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) genap 50 tahun usianya. Usia emas. Di mana-mana, usia emas selalu dirayakan secara istimewa.
Usia 50 tahun untuk NTT mestinya menjadi momentum penting dan istimewa. Momentum ini terlalu besar dan istimewa untuk tidak dirayakan. Kita tidak butuh perayaan yang bersifat gegap gempita, serba wah atau juga serba glamour.
Yang kita butuhkan adalah perayaan melihat kembali tapak-tapak perjalanan propinsi ini dalam konteks sejarahnya. Sejarah dalam konteks ini tidak semata sebagai (hi)storia, kisah belaka, tetapi juga dan terutama sejarah sebagai Geschichte.
Sejarah sebagai historia adalah sejarah sebagai kejadian yang pernah ada di masa lampau. Sedangkan sejarah sebagai Geschichte maksudnya sejarah menjadi sesuatu yang hidup dan mempengaruhi kita, sejarah sebagai suatu makna yang bisa ditafsir dalam konteks hari ini.
Momentum 50 tahun NTT mesti juga kita tempati dalam konteks itu. Sebagai historia, 50 tahun adalah waktu panjang bagi NTT menapaki sejarahnya. Sudah tentu dalam rentang waktu itu banyak kisah telah direnda, banyak tonggak telah dipancang.
Telah begitu banyak pihak terlibat dan memberi andil dalam tapak-tapak perjalanan daerah ini. Tercatat sudah delapan gubernur memimpin daerah ini. Masing-masing dengan program unggulannya.
William Johanis Lalamentik tampil sebagai peletak dasar di awal tualang propinsi ini. El Tari menggantikan dan menjadi Bapak Pembangunan NTT. Di masanya, isolasi wilayah dibuka. Ben Mboi melanjutkan tonggak pembangunan yang telah diretas El Tari.
Setelah sepuluh tahun, Ben Mboi digantikan oleh Hendrik Fernandez. Di bawah Fernandez, membangun desa menjadi sebuah gerakan penting. Lima tahun, Herman Musakabe menggantikan Fernandez. Si ahli strategi ini tampil dengan Tujuh Program Strategis. Meski cuma lima tahun, tetapi Musakabe meninggalkan sejumlah aset berharga. GOR Flobamor, Arena Promosi Kerajinan Fatululi, Aula El Tari, memassalnya tenun ikat.
Musakabe digantikan Piet A Tallo. Piet Tallo tampil ketika terjadi perubahan peta politik secara nasional. Di tingkat lokal, Tallo juga mesti mengelola dan menangani arus pengungsi warga Timor Timur. Praktis selama sepuluh tahun di bawah Tallo, NTT lebih banyak berurusan dengan soal dan masalah.
Tahun ini, kendali NTT dipegang Frans Lebu Raya. Banyak harapan dinantikan dari Lebu Raya yang berduet dengan Esthon L Foenay.
Delapan gubernur ini adalah nakhoda yang masing-masing tampil pada masanya. Mereka adalah pelaku sejarah, yang melalui caranya telah menulis sejarah, stori bagi daerah ini.
Tetapi kalau sejarah mesti juga dilihat sebagai Geschichte. Maka ketika sejarah 50 tahun NTT dilihat dalam terang Geschichte, maka sejarah itu harus bisa memberi sesuatu yang bermakna. Dia tidak boleh tinggal diam dalam dokumentasi. Juga tidak boleh selesai dalam memoria.
Sebaliknya dia mesti menjadi terang untuk merefleksi, melihat kembali riwayat sejarah itu sendiri. Entahkah 50 tahun usianya setelah mekar dan lepas dari propinsi induk Sunda Kecil dulu, rakyat daerah ini telah mereguk banyak manfaatnya? Entahkah ikhtiar, harapan dari pemekaran dulu sudah bergaung dan memberi kemalahatan bagi warga daerah ini? Jangan-jangan pemekaran, pelepasan diri dari Sunda Kecil dulu adalah sebuah pemekaran yang gagal?
Kita tidak ingin momentum 50 tahun ini berlalu begitu saja. Kita sadar dan paham, gema gaung momentum 50 tahun ini tidak cukup besar. Sepi-sepi saja. Pemerintah propinsi mencoba menggemakan momentum ini dengan menyelenggarakan pameran makanan tradisional.
Kita pandang baik acara ini. Tetapi rasanya terlalu kecil dan kurang bergema. Mengapa? Karena warga daerah ini tidak diajak melihat diri, mengaca diri, merefleksi diri. Warga daerah ini tidak diajak untuk bertanya diri, sejauh mana dan sekuat apa kesadaran akan jati diri sebagai orang NTT tumbuh dan hidup? Jangan-jangan banyak dari antara kita lupa kalau kita ini orang NTT. Jangan-jangan kita lebih kental dan kuat menyadari diri dalam cermin ke-kita-an kita yang sempit.
Momentum 50 tahun NTT harus kita tempatkan dalam historia sekaligus juga Geschichte. Di antara dua makna ini, kita lebih mampu menghayati momentum emas NTT. Hidup NTT. Jayalah Nusaku. *
Pos Kupang, Sabtu 20 Desember 2008
50 Tahun NTT, Memaknai Sejarah
Sabtu, 20 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar