Oleh : Tony Kleden
"Kami menyanyikan lagu
Melodi suara alam
Air yang mengalir
Desiran angin
Lenguhan binatang",
Dan mengajak semua manusia:
"Ajarilah anak-anakmu
Mencintai alam"
MESKI ditulis secara puitis, penggalan syair "Grand Council Fire of American Indians" di atas menyatakan secara plastis tentang satunya manusia dan alam, manusia dan lingkungan. Kita tidak mengetahui persis, apa latar belakang syair ini ditulis, tetapi satu kemungkinan dapat kita duga tentang bagaimana inti batin penulis syair ini. Dengan syair ini penulisnya mau mengatakan tentang harmoni antara manusia dan alam sebagaimana mestinya dan tentang bagaimana harmoni itu terlihat sekarang.
Sulit membantah bahwa dewasa ini harmoni manusia dan lingkungan alamnya semakin rusak akibat keserakahan manusia sendiri. Keadaan lingkungan yang buruk dewasa ini semakin menjadi- jadi. Air laut tercemar minyak. Karang laut hancur akibat bom ikan. Udara terpolusi akibat asap yang dikeluarkan dari cerobong asap pabrik dan knalpot kendaraan. Hutan ternoda oleh gergaji mesin. Satwa semakin terpinggirkan dari habitatnya. Dan, manusia pun semakin jauh dari alam.
Mitos firdaus yang diceritakan dalam Kitab Suci mengenai situasi yang demikian sempurna rupanya tidak cukup menjadi metanonia buat manusia untuk kembali kepada alam. Eksplorasi, eksploitasi dan manipulasi atas nama kemaslahatan manusia kerap kali cumalah rasionalitas dari kerakusan manusia sendiri.
Alam dan lingkungan diberikan kepada manusia sebagai Gabe (hadiah). Tetapi manusia harus menerimanya sebagai suatu Aufgabe (tugas) sekaligus. Dalam konteks ini kita dapat mengerti kalau kemudian berkembang pariwisata yang antara lain berfokus pada lingkungan alam. Sejauh demi kemaslahatan umat manusia, mestinya kita menyambut gembira hasrat atau niat mengolah alam atas nama pariwisata.
Tetapi ketika kita menyaksikan betapa semakin hari keadaan alam semakin terpuruk akibat ulah manusia sendiri maka kita membutuhkan semacam sikap etis terhadap lingkungan alam. Pariwisata di NTT dengan fokus utama pada pengolahan alam agaknya harus diakui belum seberapa. Tanpa harus melakukan suatu penelitian yang cermat, dapatlah dikatakan bahwa lingkungan alam NTT relatif masih belum banyak tercemar akibat kerakusan manusia. Tetapi keadaan ini tidak boleh membuat kita lengah dalam sikap.
Dengan menegaskan demikian saya sebetulnya lebih cenderung untuk berpendapat bahwa tema yang layak dibahas dan dikemukakan saat ini pada aras lokal NTT adalah bagaimana mengembangkan pariwisata yang etis terhadap lingkungan. Tema yang diajukan panitia "Pariwisata Peduli Rakyat" jelas merupakan suatu tema yang sangat praktis. Tetapi pada hemat saya tema ini hanya akan bermakna jika terlebih dahulu dikondisikan oleh suatu sikap etis yang menjadi direction dalam mengembangkan pariwisata. Sikap etis merupakan prasyarat bagi terciptanya harmoni manusia dengan lingkungan, sehingga sedari awal segala peluang akan terjadinya disharmoni antara manusia dengan lingkungan dapat dicegah dan dengan demikian manusia tidak mengalami alienasi (keterasingan) di tengah lingkungannya sendiri.
Fokus uraian yang diangkat dalam tulisan ini memang jauh dari bahasan praktis tentang lingkungan alam di NTT. Tidak juga menyoroti keadaan pariwisata dan harapan idealnya. Dengan tetap menganggap pentingnya hal-hal seperti ini, menurut saya kemajuan dan kemunduran, keberhasilan dan kegagalan mengembangkan pariwisata di NTT sangat mengandaikan sikap etis terhadap lingkungan alam yang mau diolah dan dikembangkan.
Manusia dan lingkungan
Adalah suatu faktisitas bahwa manusia berada dalam dan bersama dengan lingkungan. Tak pernah terpikirkan manusia tanpa lingkungan. Lingkungan hidup bagi manusia adalah sebuah panggung kehidupan di mana manusia melakoni peran dan tugasnya. Manusia berada dan bergerak dalam lingkungannya. Bagi lingkungan manusia adalah pemberi arti. Lingkungan menjadi lingkungan manusia karena manusia memberi arti kepadanya. Manusia dan lingkungan mempunyai relasi yang tak terpisahkan. Karena tak terpisahkan maka relasi itu bersifat eksistensial.
Manusia hanya ada dalam lingkungan (Umwelt) dan manusialah yang membuatnya menjadi lingkungan hidup yang manusiawi (Lebenswelt). Lingkungan menyediakan makanan, air dan udara bagi kehidupan manusia. Dalam lingkungan manusia mengembangkan adanya atau mengaktualisasikan dirinya. Sepak terjang kehidupan manusia terjadi dalam relasi dengan lingkungan.
Relasi manusia dengan lingkungan berdimensi obyektif dan subyektif. Secara obyektif manusia memandang lingkungan sebagai sesuatu di luar dirinya dan yang berbeda dari dirinya. Lingkungan merupakan obyek keterarahan kemampuan manusia. Lingkungan menjadi obyek pancaindra. Tetapi secara subyektif lingkungan itu berhubungan dengan manusia sebagai aku. Manusia mengenal dirinya sebagai subyek hanya dalam relasi ini. Lingkungan mendapat arti langsung dari manusia yang tinggal di dalamnya.
Hubungan manusia dengan lingkungannya secara eksistensial diungkapkan oleh filsuf Heidegger sebagai "pemeliharaan" (Sorge). Menurut Heidegger pemeliharaan merupakan hakikat seluruh eksitensi manusia sehingga ia menyatukan segala unsur kehidupan. Pemeliharaan merupakan dasar perhubungan manusia dengan lingkungan. Manusia menghadapi lingkungan dengan sikap memelihara agar lingkungan menjadi pendukung hidupnya.
Relasi manusia dengan lingkungan merupakan suatu relasi ketergantungan. Keduanya saling mengandaikan dan mempengaruhi. Sebuah aksi atau tindakan manusia akan mempengaruhi keadaan lingkungan dan sebaliknya perubahan pada lingkungan akan memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Banyak ahli coba bereksperimen tentang hubungan manusia dengan lingkungan. C. Backster misalnya, menggunakan detektor bohongan untuk mengukur reaksi tanaman. Dia menghubungkan alat detektor dengan selembar daun tanaman. Lalu daun itu dicelupkan ke dalam secangkir kopi. Reaksi yang diperlihatkan kecil. Lalu Backster merencanakan untuk membakar saja daun itu. Reaksi yang diperlihatkan oleh daun itu belum terlalu hebat. Namun ketika ia sungguh datang dan membawa korek api hendak membakar daun itu, reaksinya menjadi sungguh besar. Backster mengubah pikiran dan berpura-pura hendak membakar. Kelihatan bahwa reaksinya berkurang.
Apa yang dapat dikatakan dari eksperimen itu? Jelas bahwa ada komunikasi antara pikiran manusia dengan tanaman. Para penyelidik dari Uni Sovyet membenarkan hasil eksperimen ini. Mereka bahkan mengatakan bahwa tanaman dapat mempersepsi lingkungan di luar dirinya. Sikap dan perilaku manusia memberikan pengaruh besar terhadap lingkungan. Lingkungan akan memberikan reaksi terhadap sikap dan perlakuan manusia. Secara tegas dapat dikatakan terdapat relasi yang kuat dan eksistensial antara manusia dan lingkungan.
Satu dan eratnya hubungan antara manusia dan lingkungan nampak juga dari cara pandang masyarakat di NTT. Umumnya orang NTT melihat alam dan manusia dalam suatu hubungan harmonis. Alam dilihat sebagai yang mempunyai jiwa atau pribadi. Hal ini jelas dari cara bagaimana mereka memperlakukan alam. Misalnya kalau mulai membuka kebun, orang NTT akan lebih dahulu memohon restu dari alam melalui ritus-ritus tertentu. Ritus-ritus ini menunjukkan pengakuan akan suatu pribadi di luar dirinya dan mempunyai peranan dalam hidupnya. Ada keyakinan bahwa kalau ritus tidak dilakukan, alamatnya panen akan gagal.
Masalah tentang lingkungan
Masalah (baca kerusakan) lingkungan yang dihadapi dewasa ini merupakan ekspresi dari perlawanan yang dilakukan oleh bumi terhadap penjajahan yang dibuat oleh manusia. Beberapa masalah lingkungan yang menonjol untuk disebutkan antara lain. Pertama, pemanasan global dan efek rumah kaca (greenhouse effect). Menurut para ahli lingkungan hidup, bumi tempat kita diam ini semakin panas. Penyebab naiknya suhu bumi itu karena pertambahan jumlah konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmosfir bumi. Di atmosfir karbondioksida dan gas-gas lainnya membentuk semacam tirai yang menyelimuti bumi. Tirai itu menghalangi pemancaran panas dari permukaan bumi ke angkasa luar. Gejala terbungkusnya bumi dengan berbagai gas itu disebut gejala efek rumah kaca. Kadar CO2 yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan bakar fosil (minyak dan batu bara), pembakaran serta pembusukan tumbuhan, gas metan dan gas klorofluorkarbon (CFF, yaitu bahan kimia yang dipakai dalam proses pendinginan dan berbagai bahan pelarut) yang meningkat di atmosfir. Konsentrasi berbagai gas itu akan menjadi semacam selimut yang menudungi bumi. Ini akan menghalangi pemancaran panas matahari kembali ke angkasa. Panas akan tetap tinggal antara permukaan bumi dan selimut itu.
Kedua, menipisnya lapisan ozon. Ozon adalah gas berupa molekul yang terdiri dari tiga atom oksigen (O3). Gas ini berada di bagian luar dari lapisan atmosfir bumi (stratosfir). Fungsinya adalah melindungi bumi dan seluruh isinya dari sengatan sinar ultraviolet yang berasal dari matahari. Tanpa saringan lapisan ozon ini sinar ultraviolet akan menyebabkan berbagai penyakit antara lain kanker kulit, katarak dan mengurangi kemampuan sistem kekebalan pada tubuh manusia. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pesawat supersonik dan senjata nuklir merupakan dua dari beberapa penyebab menipisnya lapisan ozon. Gas N2O yang dipancarkan dari pesawat supersonik mengikat satu atom O dari ozon (O3). Ini berarti penghilangan ozon itu.
Ketiga, polusi. Bertambahnya kadar karbondioksida atau klorofluorkarbon di atmosfir menyebabkan apa yang disebut polusi udara. Suatu keadaan dikatakan terpolusi bila konsentrasi karbondioksida atau klorofluorkarbon sudah melebihi ambang batas kemampuan manusia dan makhluk hidup lainnya untuk mengadakan metabolisme (reaksi kimia yang menjaga agar organisme tetap hidup dan sehat) secara normal.
Selain polusi udara, ada pula polusi air dan tanah. Polusi air terjadi karena pembuangan limbah industri ke sungai dari laut di sekitarnya. Di beberapa kota besar di Indonesia, polusi air sudah menjadi kasus yang sangat parah. Sedangkan polusi tanah terjadi jika limbah-limbah industri dikuburkan dalam tanah. Tanah menjadi tidak subur karena ada unsur-unsur kimia yang membuat keadaan tanah menjadi lebih asam atau basah. Penguburan sampah kimia akan menyebabkan air berkontaminasi dengan kimia beracun.
Relasi etis dengan lingkungan
Jika disepakati bahwa lingkungan alam dikaruniakan untuk kemaslahatan umat manusia, maka pariwisata merupakan salah satu bentuk pengejawantahannya. Tetapi seringkali dalam membangun lingkungan yang manusiawi atas nama pariwisata, manusia berorientasi pada kepentingan dan kebutuhannya sendiri, dan tidak terutama pada kepentingan dan kebutuhan alam. Lingkungan alam digarap, diolah dan dikerjakan supaya manfaatnya untuk keperluan manusia menjadi lebih besar. Dan pariwisata kemudian menampilkan wajah buram karena merusak alam.
Keadaan seperti ini sebetulnya dapat dilacak dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. Kuat dugaan bahwa perkembangan atau evolusi kebutuhan manusia rupanya jauh lebih cepat daripada evolusi kesadaran manusia akan keterbatasan alam. Berarti pengetahuan manusia untuk memanfaatkan alam jauh lebih dahulu berkembang daripada pengetahuan untuk melindungi dan menyelamatkan alam. Lebih jauh berarti juga bahwa kecenderungan untuk memakai lingkungan alam jauh lebih berakar dalam sejarah umat manusia dibandingkan dengan kecenderungan untuk melindungi, melestarikan dan menyelamatkan lingkungan alam.
Dari sejarah kita mengetahui belum pernah alam dipakai dan dikuras secara demikian besar-besaran seperti semenjak Revolusi Industri yang ditunjang oleh penemuan-penemuan ilmu pada abad ke- 17 dan penemuan-penemuan teknologi pada abad ke-19. Boleh dibilang sejak itu juga mulailah proses alienasi (keterasingan) manusia terhadap lingkungan. Harmoni menjadi disharmoni. Alam yang ramah berbalik menjadi tak bersahabat. Kerusakan lingkungan secara sistematis pun mulai terlihat.
Menurut E. F. Schumacher, penulis buku "Kecil Itu Indah", kerusakan lingkungan dewasa ini pertama-tama bukan disebabkan oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Bukan juga karena kita kekurangan pengetahuan dan informasi, kekurangan orang yang terlatih atau juga dana untuk pemeliharaan lingkungan. Kerusakan lingkungan pertama-tama disebabkan oleh gaya hidup dunia modern yang berakar dalam cara pandang tertentu terhadap lingkungan.
Gaya hidup seperti ini kuat dipengaruhi oleh pandangan antroposentrisme, yang menegaskan manusia sebagai pusat dan sumber segala nilai. Pandangan ini ditafsir dengan sangat egoistis oleh manusia dan menjadi dasar tindakan dan perlakuan terhadap lingkungan. Lingkungan diperlakukan sedemikian hanya demi kebutuhan dan kesenangan manusia saja. Kesuksesan hidup diukur dengan kesanggupan mengumpulkan kekayaan material. Standar hidup berubah dari waktu ke waktu. Semakin tinggi standar yang dipakai, semakin manusia mengeksploitasi alam. Antroposentrisme telah menutup mata manusia terhadap dunia sekitarnya.
Jika sekarang ramai-ramai orang berkampanye untuk kembali ke alam maka sebetulnya telah tumbuh suatu evolusi manusia untuk kembali ke alam, "go to nature". Evolusi seperti itu sebetulnya didasarkan atas kenyataan bahwa manusia telah kehilangan rumahnya yang asli, yaitu alam. Hanya ada satu jalan yang dapat ditempuh yakni meninggalkan sepenuhnya rumah alamiahnya untuk menemukan rumahnya yang baru, rumah yang ia ciptakan sendiri, dengan menjadikan dunia ini tempat kediaman yang manusiawi dan menjadikan dirinya sungguh manusiawi.
Di sini manusia membutuhkan suatu relasi etis dengan lingkungan. Relasi etis mempertimbangkan kondisi manusia secara menyeluruh dan penghormatan yang wajar terhadap lingkungan. Relasi etis mendasarkannya pada pemahaman bahwa sikap dan perlakuan yang sembrono terhadap lingkungan merupakan suatu pengingkaran terhadap eksistensi manusia sendiri. Sikap dan perlakuan sembrono itu turut menciptakan keadaan yang tidak menyenangkan bagi manusia, kondisi alienatif dan keadaan yang menghancurkan masa depan manusia sendiri. Relasi etis menempatkan manusia dan lingkungan sebagai dua sahabat yang saling menghargai. Dengan relasi demikian keduanya dapat hidup bersama secara saling menguntungkan. Pandangan antroposentris harus dibuang, dan yang harus dianut adalah pandangan biosentris, yang menekankan bahwa semua unsur mempunyai caranya sendiri untuk berada.
Dalam mengembangkan relasi etis dengan lingkungan itu terdapat tiga prinsip dasar moral yang harus dipegang. Pertama, prinsip sikap baik. Dengan prinsip ini dimaksudkan bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu baik. Dalam relasi dengan manusia, prinsip ini berpandangan bahwa manusia itu baik. Dalam konteks relasi dengan lingkungan, prinsip ini mau mengajarkan bahwa lingkungan hidup itu sesungguhnya baik dan menyenangkan. Lingkungan adalah sahabat dan bukan musuh.
Kedua, prinsip keadilan. Prinsip sikap baik menuntut pula prinsip keadilan. Secara sederhana dapat dikatakan, adil berarti memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Analog dengan itu, dalam pembicaraan tentang lingkungan, prinsip keadilan berarti menghormati hak orang lain dan seluruh makhluk hidup yang membutuhkan keseimbangan. Ketiga, prinsip pengembangan diri manusia. Prinsip ini mau mengatakan bahwa prinsip sikap baik dan adil harus mendukung kualitas hidup manusia. Manusia tidak boleh menjadi korban dari penghormatan yang besar terhadap alam.
Jika relasi etis dibangun dengan berpegang pada tiga prinsip moral ini, kita yakin kecemasan bahwa manusia akan teralienasi dari lingkungannya sendiri tidak terwujud.
Manusia dan lingkungan (alam). Dua unsur dalam satu makrokosmos yang membangun harmoni dalam jalinan relasi etis. Manusia tanpa lingkungan tak mungkin terpikirkan. Lingkungan tanpa manusia, tidak ada nilainya. Rusaknya jalinan etis itu menyebabkan harmoni menjadi disharmoni.
Setelah jaringan itu rusak dan terpuruk, saat ini manusia ramai-ramai melintanikan kerinduan untuk kembali ke alam. Ingin menikmati lagi desau angin, gemercik air, kicau burung. Manusia mau menghirup udara segar dan meneguk air langsung dari pancuran. Manusia merindukan suasana alam yang syahdu, dunianya yang asli.
Terwujudkah kerinduan itu? Martin Luther King, Jr coba menggugat kita dengan mengatakan, "Dengan kemahiran ilmu dan teknologi kita telah menjadikan dunia sebagai tetangga. Kini dengan kegeniusan moral dan spiritual kita harus membuatnya menjadi saudara."
Sikap etis terhadap lingkungan: menghindari alienasi
Senin, 21 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar