Oleh : Tony Kleden
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) Kota Kupang menjungkirbalikkan banyak hal dalam teori politik. Hitungan-hitungan politis jarang kena dan tepat sasar. Tetapi ada satu hal yang paling kasat mata, yakni bahwa faktor figur jauh lebih menentukan ketimbang nama besar partai, canggihnya mesin politik bekerja dan dukungan dana yang tak terkira. Karena itu, kemenangan Dan Adoe-Dan Hurek harus diapresiasi sebagai kemenangan figur ketimbang kemenangan partai.
Mari lihat alasan-alasannya dengan menyimak kekalahan paket-paket lain. Paket Jonas Salean-Alex Ena (Jonex) yang diusung Golkar, dalam kalkulasi politik diperkirakan bakal menang. Diusung partai besar, direstui kepala daerah yang masih memerintah, dibantu jajaran birokrasi di Kota Kupang yang menembus sampai ke RT/RW, didukung dana besar, lama menyiapkan diri dan disiapkan, nyatanya paket ini cuma menempati posisi keempat dari lima paket. Apa yang kurang? Jawabannya, rakyat makin melek politik.
Paket Djidon de Haan-Anton Bele (Djibel) mulanya diperkirakan menjadi kuda hitam. Duet ini secara akademis jauh lebih menonjol ketimbang empat paket lain. Djidon malang-melintang dalam dunia birokrat, bergelar magister dan sangat piawai di bidang kepamongprajaan. Banyak yang bilang, Djidon adalah 'orang'-nya yang pantas menduduki kursi nomor satu di Kota Kupang. Bersama pasangannya, Anton Bele, yang juga sama-sama meraih gelar magister, pasangan ini mengusung visi dan misi yang sangat ideal. Tetapi apa lacur? Duet ini justru bertengger di nomor butut, nomor lima. Salah apa? Jawabannya, politik ternyata tidak cuma untuk memuaskan idealisme para dewa di atas puncak singgasana, tetapi juga bersentuhan dengan realisme di bumi manusia.
Duet Alfa (Al Foenay-Andreas Agas) diyakini menarik simpati etnis Timor dan Manggarai. Hasil apa yang dituai seandainya seluruh orang Timor plus warga Manggarai di Kota Kupang satu suara? Tak pelak, pasangan ini melejit tak terbendung menembus kursi walikota-wakil walikota. Nyatanya tidak. Apa yang terjadi? Jawabannya, ternyata politik tidak mengenal kepastian matematis. Jika dalam matematika, dua tambah dua sama dengan empat, maka dalam politik dua tambah dua moga-moga empat.
Begitu juga dengan duet Jeriko-Jodea (Jefri Riwu Koreh-Johannes Dae). Mengandalkan semangat dan jiwa muda, meyakini dukungan etnis Sabu, Rote dan Ende-Lio, menghamburkan banyak dana, duet ini tak juga bisa menembus nomor satu. Gerangan apa yang keliru? Anda bisa menjawab sendiri. He... he......
Lalu, mengapa duet Daniel Adoe-Daniel Hurek (Dan-Dan) mampu meraih suara paling banyak dan langsung menang pada putaran pertama? Jujur diakui, paket ini paling tertatih-tatih merangkak ke arena Pilkada Kota Kupang. Dua-duanya 'dikalahkan' di tingkat partai masing-masing. Dan Adoe, meski dibesarkan Golkar dan bahkan masih menduduki posisi sebagai Wakil Ketua DPD I Partai Golkar NTT, dihadang di pintu masuk Golkar. Tragis!
Pengalaman yang sama dialami Daniel Hurek. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 'kandang' Dan Hurek, sepertinya setengah hati mendukungnya. Seperti kentut, aroma tak sedap merebak ke sana ke mari di tubuh partai ini. Malah, DPC PKB Kota Kupang, pimpinan Dan Hurek dibekukkan. Maksudnya cuma satu, menjegalnya di pintu. Sakit!
Akibatnya, paket ini mendaftarkan diri di KPUD Kota Kupang pada jam-jam terakhir diiringi aksi demo menentangnya. Berbeda dengan paket lain yang melangkah pasti menuju kantor KPUD, langkah paket ini terseok-seok. Rintangan demi rintangan terus menghadang.
Dalam musim kampanye pun pasangan ini kalah 'infrastruktur'. Dana nihil, tidak mampu mendatangkan artis ibu kota, tidak sanggup membeli air mineral. Apalagi memberi makan dan membagi-bagi uang pulsa kepada tim suksesnya. Tetapi kondisi kurang, perasaan batin karena disakiti seperti inilah yang justru menjadi jantung kekuatan pasangan ini. Dalam posisi sebagai orang lemah, disakiti, dikalahkan, dipojokkan, dicampakkan, Dan-Dan menuai simpati dan mendulang dukungan.
Meresponsi simpati dan dukungan itu, Dan-Dan tampil elegan dengan memanfaatkan psikologi massa yang bersimpati dan mencitrakan diri sebagai orang yang lemah, disakiti dan dilecehkan. Efek pencitraan diri seperti ini sangat luar biasa. Di mana-mana ketika duet ini datang, warga yang menyambutnya adalah warga yang riil bersimpati. Bukan warga yang dikerahkan, yang mobile dari satu ke tempat ke tempat lain. Yang itu-itu juga. Tahulah, di republik ini pekerjaan yang paling gampang didapat dan profesi yang paling mudah dilakoni adalah tukang demo. Dalam sehari, seorang pendemo bisa tampil di beberapa tempat berbeda dan diminta berteriak untuk beberapa isu yang saling bertentangan.
Kembali ke laptop, eh.. ke pokok soal kita. Di atas panggung, duet Dan-Dan juga tidak mengobral kata-kata kasar memojokkan paket lain. Pesan kampanyenya memang beragam. Dari open house dengan tukang ojek dan warga biasa hingga sumur air bor. Dari niat memperhatikan para pedagang di pasar sampai membenahi rancang bangun struktur birokrasi di Kota Kupang yang terlihat pincang karena sarat kepentingan dan penuh pesan sponsor. Diperas dalam satu pesan, maka satu saja sebetulnya semangat yang digelorakan duet ini, yakni mengubah wajah Kota Kupang dalam berbagai seginya. Senyawa antara pencitraan diri sebagai orang lemah, dekat dengan orang kecil dan niat membawa perubahan di Kota Kupang membawa duet ini mendulang 40.801 ribu suara atau 26,48 pada pemungutan suara pada 21 Mei lalu.
***
Mengubah wajah Kota Kupang. Itulah yang ingin dilakukan duet ini. Itulah juga yang warga Kota Kupang harapkan. Tanpa bermaksud menganggap kecil para Walikota Kupang sebelumnya, mestilah diakui bahwa Kota Kupang tidak terlalu menonjol untuk tampil sebagai sebuah ibu kota propinsi. Kalau berkunjung ke ibu kota propinsi lain, Kupang rasanya jaaauuuuh..... sekali. Pertumbuhan ekonomi tidak terlalu menggeliat. Angka pengangguran terus meroket. Keluarga miskin terus bertambah. Infrastruktur kurang mencerminkan wajah sebuah ibu kota propinsi.
Inilah sebagian potret buram yang mesti diubah duet ini. Karena itu, jika ingin memberi masukan -- diterima syukur, ditolak tak apalah --- saya ingin memberikan beberapa masukan kepada duet Dan-Dan yang hari ini dilantik menjadi Walikota-Wakil Walikota Kupang periode 2007 - 2012. He... he... lancang nih.
Pertama, benahi birokrasi. Di seluruh dunia ini birokrasi sangat vital dan berdiri di garda terdepan melayani masyarakat. Sekali lagi melayani masyarakat. Itu sebabnya dalam terminologi asing, pegawai negeri sipil (PNS) yang merupakan roda-roda yang menggerakkan jalannya birokrasi itu disebut public service. Service itu adalah kata turunan bahasa Latin, yang artinya mengabdi, melayani. Niscayalah, PNS adalah abdi masyarakat, pelayan publik. Birokrasi itu diciptakan untuk memudahkan urusan, bukan sebaliknya merunyamkan dan membuat jadi sulit. Tetapi sejauh ini masih banyak yang berpegang pada etik aneh ini: kalau bisa dibikin susah, kenapa dibuat gampang?
Tahun-tahun sebelumnya, banyak pejabat (anggota Dewan juga?) Kota Kupang yang studi banding ke Kabupaten Jembrana, Bali. Mereka sudah lihat dan pelajari seperti apa idealnya rancang bangun birokrasi yang pro rakyat. Tubuh birokrasi tidak perlu terlalu gemuk. Orang yang gemuk produktivitasnya rendah karena cepat ngantuk, gerak tidak leluasa dan malas. Dinas, kantor, badan yang tidak ada gunanya dihapus saja. Pertahankan dan atau bentuk dinas/kantor/badan yang benar-benar ada urgensi dan ada manfaatnya untuk warga Kota Kupang.
Untuk menduduki jabatan-jabatan ini para pejabat itu sebaiknya diuji kemampuan dan kepatutannya (fit and proper test). Saya ingat kritikan yang selalu dilontarkan Bapak Dan Adoe, pejabat itu harus diangkat berdasarkan daftar urutan kepangkatan (DUK), bukan daftar urutan kedekatan. Bapak tahulah seperti apa kondisi di Kota Kupang. Boy Tapaleuk jadi kepala karena dia masih kelu (keluarga) rapat deng Bu Ancurlobang. Bu Ancurlobang pung ini, pung itu banyak yang tiba-tiba nongol dan langsung jadi kepala.
Ujilah para pejabat itu untuk mengetahui, apakah mereka mampu bekerja? Apakah latar belakang ilmu mereka cukup adekuat dengan jenis pekerjaan yang mereka tangani? Apakah mereka punya wawasan yang cukup luas untuk tampil sebagai seorang pejabat? Apakah perilaku dan tingkah laku mereka mencerminkan watak dan ciri seorang pejabat yang patut dicontoh? Nonsens kalau penguasa memilih anggota kabinetnya di luar orang yang bisa dipercayainya. Tetapi dengan fit and propert test, bapak berdua tidak terjebak dalam prinsip beta pung ini, pung itu.
Kedua, dekatlah dengan rakyat. Kota Kupang ini tidak luas. Cuma sekitar 200 km persegi. Dalam hitungan jam, semua huk-huk kota sudah dijangkau. Bapak berdua bisa atur waktu untuk turun ke rakyat, menemui mereka. Sudah lama mereka tidak lihat muka pemimpin mereka, kecuali di koran-koran. Menemui mereka sangat penting buat bapak berdua karena mereka yang pilih langsung bapak. Artinya, legitimasi kekuasaan yang bapak berdua peroleh sangat kuat karena datang langsung dari rakyat, bukan dari tiga puluh orang wakil rakyat yang memilih bapak di tempat tertutup dan rahasia.
Bapak berdua lebih mengerti bahwa politik itu tak lain adalah pertarungan kekuatan. Ada yang memenangkan pertarungan itu melalui kekerasan, yang lain lagi melalui kekuatan uang. Bapak berdua memenangkan pertarungan itu tidak melalui kekerasan, apalagi dengan uang. Terbanyak rakyat Kota Kupang dengan penuh kesadaran memilih bapak berdua. Itu artinya dukungan mereka sangat tulus, datang dari nurani mereka yang paling bening dan bersih, jauh dari prasangka dan bersih dari kepentingan murahan. Karena itu, jangan sia-siakan kepercayaan mereka. Jangan abaikan harapan mereka. Jangan lupa melihat wajah mereka. Dari wajah mereka bapak berdua bisa menangkap banyak hal. Beri kesempatan kepada rakyat untuk bicara, biarlah mereka menyampaikan isi hatinya, dengarlah uneg-unegnya.
Dewasa ini di mana-mana rakyat semakin memiliki kesadaran akan kemanusiaan mereka. Perlakuan yang tidak human akan diberontaki. Hati mereka mesti dipegang kuat. Kepentingan mereka jangan pernah diabaikan. Mencius, filsuf Cina itu, benar ketika dia mengatakan, "Kalau Anda ingin merebut kerajaan, rebutlah rakyat. Kalau ingin merebut rakyat, rebutlah hati rakyat. Kalau ingin merebut hati rakyat, berilah kepada mereka dan nikmati bersama mereka apa yang mereka sukai, dan jangan engkau lakukan pada mereka apa yang mereka tidak sukai. Rakyat akan berpaling kepada seorang penguasa yang manusiawi, tak ubahnya seperti air yang mengalir ke tempat yang lebih rendah, atau seperti margasatwa pulang ke hutan."
Ketiga, akur sampai selesai. Ini penting buat bapak berdua. Hari ini bapak berdua resmi dilantik dan mulai bertugas sebagai satu pasangan. Sekali lagi, satu pasangan. Ibarat jodoh, rakyat Kota Kupang bangga menyaksikan dua sejoli yang sepakat menyatu dalam sebuah pesta kemenangan. Harapan rakyat ialah kesatuan itu hendaknya lestari dan abadi selalu. Jangan bubar di tengah jalan. Di banyak kabupaten di daerah ini, bupati dan wakil bupati tidak akur, tidak sejalan, tidak sepaham. Yang satu ke kiri, yang satu ke kanan. Akibatnya terjadi bentrokan, stres, stroke dan .....
Lima tahun Bapak Dan Adoe merasakan apa artinya menjadi pendamping. Pasti bapak tidak mau pendamping bapak mengalami apa yang bapak alami. Bapak tidak mau pendamping bapak cuma jadi 'ban serep'. Bapak mesti bisa buktikan bahwa bapak berpasangan dengan seorang pendamping bukan karena kawin paksa. Rakyat kota ini akan menunggu pembuktian itu. Kemesraan itu jangan cuma bertahan tiga bulan, setengah tahun, satu tahun atau dua tahun. Dia mesti lestari, abadi sampai di ujung batas masa.
Masih ada hal lain yang ingin disampaikan. Tetapi rasanya inilah yang paling penting disampaikan pada hari bahagia ini. Rakyat kota ini yakin bapak berdua tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan. Rakyat juga yakin bapak berdua mampu mengubah wajah kota ini, sanggup membawa perubahan di kota ini. Sudah lama Kota Kupang tampil sebagai sebuah kota dengan wajah kampung. Tidak ada landmark, lalu lintas semrawut, musik angkota melewati ambang batas, sampah berserakan di mana-mana, jalan-jalan bopeng dan penuh lubang, kegelapan menyelimuti kota di malam hari, akses terhadap fasilitas umum dan layanan jasa mampet, sarana hiburan miskin, keamanan warga terancam di malam hari, sarana olahraga kurang, warga mengeluhkan air, dan seterusnya dan seterusnya.
Jika bapak berdua ingin dikenang sebagai pelaku sejarah di Kota Kupang, ubahlah Kota Kupang dari Kota Kasihan menjadi Kota Kasih. Gloria Dei, vivens homo! Selamat berbahagia.
* Penulis, wartawan Pos Kupang, warga
Blok W, No. 2 BTN Kolhua, Kota Kupang
Pos Kupang, Rabu 1 Agustus 200)
Untuk Dan Adoe-Dan Hurek
Senin, 21 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar